Sunday, September 6, 2015

Sanad keilmuan Pendiri Hizbut Tahrir, Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani rahimahullah.



Mereka menuduh:

“Para aktivis HTI tidak punya guru alias tidak punya sanad Ilmu. Karena mereka mengotak atik ayat/hadist dengan akal pikirannya sendiri”

Tanggapan/Jawaban: 

Ternyata di manuskrip2 Nahdiyin (NU) ditemukan & menyebutkn bahwa KH Hasyim Ashari (pendiri NU) berguru kapada Syaikh Yusuf An-Nabhani (kakek dari Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani pendiri Hizbut Tahrir/HT).
Maka tak heran juga kalau di kalangan nahdiyin (NU), kitab2 dari kakek pendiri HT ini msh dkaji/dipelajari.

HT didirikan oleh Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, beliau adalah pewaris Ilmu dan sanad Ilmu dari ayahandanya Syaikh Ibrahim bin musthafa bin Ismail An-Nabhani.

Beliau juga mendapat Ilmu dan Sanad Ilmu dari Kakek (Datuk) beliau Syaikh Yusuf Bin Isma’il An-Nabhani pengarang kitab Afdhalu Ash-Shalawat ‘Ala Sayyid As-Sadat juga kitab Jami’ul Karamah al auliya’. 

Syaikh Yusuf bin Ismail An-Nabhani berguru pada Banyak ulama’ terkemuka dimasanya, terutama kepada Syaikh Syamsuddin al-Ambabi al- Syafi’i, satu-satunya syaikh pada masanya yang mendapat julukan Hujjatul Ilmi dan guru besar Universitas Al-Azhar pada masa itu.

Beberapa Ulama’ Indonesia berguru pada Syaikh Yusuf Bin Ismail An-Nabhani, baik langsung maupun tidak langsung, diantaranya ulama Betawi yaitu sayid Utsman bin Abdillah bin Aqil bin Yahya aI ‘Alawi, yang masyhur dengan nama julukan “Mufti Batawi”, Syaikh Hasan Krueng Kali (Aceh). 

Selain itu Syaikh Taqiyuddin secara Khusus oleh Syaikh Yusuf An-Nabhani dititipkan kepada sahabat-sahabat beliau yang mengajar di Al Azhar sehingga Syaikh Taqiyuddin secara keIlmuan terjaga dan secara Sanad Ilmu, sanadnya tetap tersambung.

Setelah Syaikh Taqiyuddin Lulus dari Al azhar beliau mengajar kemudian jadi Qadhi baru setelah itu mendirikan HT.

Walau HT sebuah gerakan politik tetapi HT memiliki ke khasan yang “mungkin” tidak dimiliki gerakan lain yaitu terjaganya Sanad Ilmu para kadernya.

Ini bisa dilihat yang berhak memberi Halaqah (tasqif) dalam hizb adalah para Musrif yang sudah menjadi A’dho yakini orang yang telah memahami Tasqafah HT dan mengintegral dalam dirinya, Mereka ini menadapakan Ijazah (lisensi) untuk mengajarkan afkar mutabanat HT.

Sehingga Tsaqafah (ilmu) yang didapatkan oleh para Syabab HT adalah dari Musrifnya dari musrifnya lagi hingga ke pendiri dan pengarang kitab (Syaikh taqiyuddin An-Nabhani) syaikh Taqiyuddin sanadnya tersambung ke ayahnya, kakeknya, dan guru-guru Beliau di Al Azhar hingga tersambung sampai keRasulullah SAW.

Sehingga jalas bahwa HT bukan gerakan yang otodidak dalam memahami nash syara’.

Tetapi HT memahami Nash Syara’ sebagai mana para Ulama’ memahaminya.

Bukan hanya mencomot dari kitabnya saja tetapi HT memiliki sanad Ilmu terhadap pemahaman yang ada dalam kitab ulama’ ulama’ tersebut.

Hal ini sangat sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Syaikh Nashir al-Asad: “Orang yang hanya mengambil ilmu melalui kitab saja tanpa memperlihatkannya kepada ulama dan tanpa berjumpa dalam majlis-majlis ulama, maka ia telah mengarah pada distorsi. Para ulama tidak menganggapnya sebagai ilmu, mereka menyebutnya shahafi atau otodidak, bukan orang alim… 

Para ulama menilai orang semacam ini sebagai orang yang dlaif (lemah). Ia disebut shahafi yang diambil dari kalimat tashhif, yang artinya adalah seseorang mempelajari ilmu dari kitab tetapi ia tidak mendengar langsung dari para ulama, maka ia melenceng dari kebenaran. Dengan demikian, Sanad dalam riwayat menurut pandangan kami adalah untuk menghindari kesalahan semacam ini” (Mashadir asy-Syi’ri al-Jahili10).

Sehingga menuduh HT tidak memiliki sanad Ilmu adalah tuduhan ceroboh yang menunjukkan kalau penuduh tidak memahami silsilah pembinaan keilmuan dalam tubuh HT.

Lihat ini

[ Syamsul Arifin ] - Wallahu A’lam

No comments:

Post a Comment