DETIKISLAM.COM - Sahabat, pernahkah merasa penasaran apakah rumah tangga yang harmonis meski hidup serba kekurangan itu ada?
Tentu saja ada, putri Rasulullah yang hidup sederhana bersama Ali bin Abi Thalib yang cerdas namun diuji dengan kekurangan harta, adalah contoh nyata rumah tangga harmonis meski tanpa harta benda.
Banyak orang merasa rumah tangga harmonis hanya mungkin jika segala kebutuhan dasar terpenuhi, seperti sandang, pangan dan papan, padahal tidak musti seperti itu.
Banyak juga orang beranggapan bahwa rumah tangga harmonis itu berarti tanpa keributan atau perselisihan, padahal tidak juga begitu.
Inilah yang dilakukan oleh Fatimah dan Ali dalam menjalankan biduk rumah tangga, baik saat mereka saling bahu-membahu, berjauhan, bahkan ketika bertengkar, namun kesemuanya itu justru menambah harmonis hubungan keduanya, semoga kita dapat menirunya:
1. Saling Membantu Tugas Domestik
Meski berkedudukan sebagai kepala rumah tangga, Ali tidak sungkan untuk melakukan pekerjaan yang umumnya dilakukan oleh kaum wanita.
2. Mendoakan Tetangga dan Kaum Mukmin
Imam Shadiq meriwayatkan dari kakek-kakeknya bahwa Hasan bin Ali berkata, “Di setiap malam Jumat, ibuku beribadah hingga fajar menyingsing. Ketika ia mengangkat tangannya untuk berdoa, ia selalu berdoa untuk kepentingan orang lain dan ia tidak pernah berdoa untuk dirinya sendiri. Suatu hari aku bertanya kepadanya, ‘Ibu, mengapa kau tidak pernah berdoa untuk diri Anda sendiri sebagaimana kau mendoakan orang lain?’ ‘Tetangga harus didahulukan, wahai putraku,’ jawabnya singkat.”
3. Saling Menjaga Ketika Diuji dengan Sakit
Pada suatu hari, Fatimah jatuh sakit. Ali pun sedih. Ali menyiapkan semua keperluan yang dibutuhkan Fatimah dan menggantikan tugasnya selama sakit.
“Beristirahatlah agar sakitmu segera hilang,” katanya kepada Fatimah.
“Aku telah cukup beristirahat, sampai-sampai aku malu apabila melihatmu mengerjakan tugas-tugas seorang ibu,” jawab Fatimah dengan suara lirih.
“Jangan pikirkan itu. Bagiku semua itu sangat menyenangkan. Lagipula, setelah engkau sembuh nanti, semua tugas, engkaulah yang akan mengerjakannya,” ujar Ali.
“Wahai istriku, adakah engkau menginginkan sesuatu?” tanya Ali dengan tiba-tiba.
Fatimah terdiam sebentar, kemudian berkata, “Sesungguhnya sudah beberapa hari ini aku menginginkan buah delima.”
“Baiklah, aku akan membawakannya untukmu dengan rezeki yang diberikan Allah kepadaku,” kata Ali sambil bersiap keluar rumah. Ali langsung menuju pasar meskipun dengan uang pas-pasan.
Kisah tersebut di atas sudah sepatutnya dapat menginspirasi suami istri untuk saling menghargai. Meski berkedudukan sebagai kepala rumah tangga, Ali tidak sungkan untuk melakukan pekerjaan yang umumnya dilakukan oleh kaum wanita. Ini merupakan tanda bukti kecintaan Ali pada istri yang sangat disayanginya.
4. Saling Meminta Pendapat
Pada suatu kesempatan, Ali bertanya kepada Fatimah mengenai boleh tidaknya ia mendapatkan pembantu dari Rasulullah Saw. Ketika Fatimah datang ke rumah ayahnya, banyak tamu yang datang menemui beliau sehingga Fatimah tidak bisa mengutarakan maksudnya.
Keesokan harinya, Rasul datang ke rumah Ali dan Fatimah. Ketika Rasulullah Saw. bertanya kepada Fatimah tentang maksud kedatangannya kemarin, Fatimah diam saja. Karenanya, Ali pun menceritakan hal yang dimaksud namun Rasulullah Saw. tidak mengabulkan keinginan mereka untuk memiliki pembantu tersebut.
Rasul Saw. bersabda, “Bertakwalah kepada Allah, tunaikanlah tugasmu terhadap-Nya, lakukan pekerjaan rumahmu seperti biasa, ucapkanlah subhanallah, alhamdulillah dan Allahu Akbar, ucapan ini akan lebih membantu kalian daripada seorang budak.”
5. Ketika Ali dan Fatimah Berselisih
Kehidupan harmonis Ali dan Fatimah bukannya tanpa mengalami perselisihan. Suatu ketika, Ali pernah berbuat kasar kepada Fatimah. Fatimah kemudian mengancam Ali, “Demi Allah, aku akan mengadukanmu kepada Rasulullah Saw!” Fatimah pun pergi kepada Nabi Saw. dan Ali mengikutinya.
Sesampainya di hadapan Rasul, Fatimah mengeluhkan tentang kekasaran Ali. Nabi Saw. pun menyabarkannya, “Wahai putriku, dengarkanlah, pasang telinga, dan pahami bahwa tidak ada kepandaian sedikit pun bagi wanita yang tidak membalas kasih sayang suaminya ketika dia tenang.”
Ali berkata, “Kalau begitu, aku akan menahan diri dari yang telah kulakukan.”
Fatimah pun berkata, “Demi Allah, aku tidak akan berbuat apapun yang tidak kamu sukai.”
Disebutkan juga dalam riwayat lain bahwa pernah terjadi pertengkaran antara Ali dan Fatimah. Lalu Rasulullah Saw. datang dan Ali menyediakan tempat untuk Rasulullah Saw. berbaring. Kemudian Fatimah datang dan berbaring di samping Nabi Saw. Ali pun berbaring di sisi lainnya. Rasulullah Saw. mengambil tangan Ali dan meletakkannya di atas perut beliau, lalu beliau mengambil tangan Fatimah dan meletakkannya di atas perut beliau.
Selanjutnya beliau mendamaikan keduanya sehingga rukun kembali, Setelah itu barulah beliau keluar. Ada orang yang melihat kejadian itu lalu berkata kepada Rasulullah Saw., “Tadi engkau masuk dalam keadaan demikian (murung), lalu engkau keluar dalam keadaan berbahagia di wajahmu.” Ia menjawab, “Apa yang menahanku dari kebahagiaan, jika aku dapat mendamaikan kedua orang yang paling aku cintai?”
6. Saat Berjauhan dan Ditimpa Krisis Keuangan
Istri mana yang tidak mengharapkan belaian mesra dari seorang suami. Namun bagi Fatimah, saat-saat berjauhan dengan suami adalah satu kesempatan berdampingan dengan Allah Swt. untuk mencari kasih-Nya dalam ibadah-ibadah yang ia lakukan. Sepanjang kepergian Ali, hanya anak-anak yang masih kecil yang menjadi temannya.
Nafkah untuk dirinya dan anak-anaknya (Hassan, Hussein, Muhsin, Zainab, dan Umi Kalsum) diusahakannya sendiri. Untuk mendapatkan air, dia berjalan jauh dan menimba dari sumur yang 40 hasta dalamnya di tengah sinar matahari padang pasir yang terik. Kadangkala harus menahan lapar sepanjang hari. Bahkan ia sering juga berpuasa yang membuat tubuhnya kurus hingga menampakkan tulang di dadanya.
Pernah suatu hari, ketika ia sedang asyik bekerja menggiling gandum, Rasulullah datang berkunjung ke rumahnya. Fatimah yang amat keletihan ketika itu meceritakan problem rumah tangganya. Ia bercerita betapa dirinya telah bekerja keras, menyaring tepung, mengangkat air, memasak, serta melayani kebutuhan anak-anak. Ia berharap agar Rasulullah dapat menyampaikan kepada Ali agar Ali mencarikannya seorang pembantu.
Rasulullah Saw. merasa kasihan terhadap permasalahan rumah tangga anakanya itu. Namun beliau sangat tahu, sesungguhnya Allah memang menghendaki kesusahan bagi hamba-Nya sewaktu di dunia untuk memudahkannya di akhirat. Mereka yang rela bersusah payah dengan ujian di dunia demi mengharapkan keridhaan-Nya adalah orang yang akan mendapat tempat di sisi-Nya.
Lalu dibujuknya Fatimah sambil memberi harapan dengan janji-janji Allah. Beliau mengajarkan zikir, tahmid, dan takbir yang apabila diamalkan, segala permasalahan dan beban hidup akan terasa ringan. Ketaatannya kepada Ali akan menyebabkan Allah Swt. mengangkat derajatnya. Sejak saat itu, Fatimah tidak pernah mengeluh dengan kekurangan dan kemiskinan keluarganya. Ia juga tidak meminta sesuatu yang dapat menyusahkan suaminya.
Dalam kondisi itu, kemiskinan tidak menghilangkan semangat Fatimah untuk selalu bersedekah. Ia tidak sanggup kenyang sendiri apabila ada orang lain yang kelaparan. Ia tidak rela hidup senang di kala orang lain menderita. Bahkan ia tidak pernah membiarkan pengemis melangkah dari pintu rumahnya tanpa memberi sesuatu, meskipun dirinya sendiri sering kelaparan.
7. Tidak Segan Meminta Maaf
Pernah suatu hari Fatimah menyebabkan Ali kesal. Menyadari kesalahannya, Fatimah segera meminta maaf berulang kali. Fatimah terngiang nasihat Rasul, “Wahai Fatimah, kalaulah di kala itu engkau mati sedang Ali tidak memaafkanmu, niscaya aku tidak akan menshalatkan jenazahmu.”
Ketika dilihatnya air muka suaminya tidak juga berubah, ia pun berlari-lari seperti anak kecil mengelilingi Ali dan meminta dimaafkan. Melihat aksi istrinya tersebut, Ali tersenyumlah dan lantas memaafkan istrinya itu.[]
No comments:
Post a Comment